RISIKO PAPARAN PESTISIDA PADA PETANI PEREMPUAN

RISIKO PAPARAN PESTISIDA PADA PETANI PEREMPUAN

Pertanian masih menjadi sektor penyokong utama perekonomian di Indonesia (Rian, 2014). Tenaga kerja menjadi komponen utama dalam pertanian, disamping tenaga kerja hewan dan tenaga kerja mesin. Perempuan sebagai tenaga kerja di sektor pertanian bukanlah lagi hal baru. Untuk menyokong kondisi ekonomi diri sendiri ataupun keluarganya, para perempuan akan turun tangan dan menjadi petani. Praktik pertanian monokultur dapat memicu peningkatan hama yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan penggunaan pestisida.

Mengutip dari Merah Putih, data membuktikan bahwa persentase petani perempuan jauh lebih besar dibandingkan laki- laki, yaitu sekitar 76,84% (ST2 013). Namun, meskipun persentase petani skala kecil perempuan lebih banyak daripada laki- laki di negara- negara berkembang, tetapi mereka lebih sedikit mendapatkan pelatihan manajemen pestisida yang lebih sedikit daripada laki- laki. Padahal tidak sedikit petani perempuan yang terjun ke seluruh tahap pertanian mulai dari pembibitan hingga proses pasca panen.

Petani perempuan dan paparan pestisida

Rata- rata petani perempuan memiliki tingkat pendidikan, kesadaran terhadap keamanan penggunaan pestisida, dan akses alat pelindung diri yang rendah. Selain itu, mereka pun lebih sedikit mendapat pelatihan penggunaan pestisida yang aman sehingga risiko paparan pestisida terhadap petani perempuan lebih tinggi.

Petani perempuan umumnya memasuki lahan persawahan saat pestisida sedang atau setelah disemprotkan. Waktu bertani yang lama juga akan meningkatkan risiko paparan pestisida. Paparan pestisida juga dapat berasal dari penyimpanan pestisida di rumah.

Petani perempuan dan kesadaran terhadap kesehatan

Banyak petani perempuan di Indonesia masih belum mempertimbangkan aspek kesehatan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pertanian, khususnya penggunaan pestisida. Menurut data FAO (Organisasi Pangan Dunia) tahun 2011, pekerja perempuan di bidang agrikultur semakin meningkat. Pada tahun 2011, pekerja agrikultur perempuan yaitu sekitar 43%.

Penggunaan pestisida pada praktik agrikultur semakin digencarkan untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian dan mengesampingkan aspek kesehatan serta lingkungan. Petani perempuan dapat terpapar pestisida dari kontaminasi langsung dan tidak langsung seperti mencuci baju yang dipakai untuk bertani atau alat- alat pertanian. Perempuan juga lebih rentan untuk terpapar pestisida karena karakteristik fisiologi, gaya hidup, dan tingkah laku.

Risiko kesehatan paparan pestisida pada petani perempuan

Beberapa penyakit yang berhubungan dengan paparan pestisida pada perempuan yaitu infeksi saluran pernapasan bagian atas, hipertensi, penyakit kelamin, penyakit sendi atau rheumatoid, komplikasi kehamilan, infeksi kulit, asma, dan diabetes melitus.

Paparan pestisida pada perempuan juga dapat mengakibatkan gangguan siklus menstruasi, mengurangi kesuburan/ fertilitas, masa kehamilan yang panjang, keguguran, dan gangguan perkembangan. Gangguan perkembangan janin dapat diakibatkan oleh fungsi hormon perempuan yang terganggu akibat paparan pestisida (Sarwar, 2016).  Menurut penelitian Bretvard dkk (2008), paparan pestisida dapat meningkatkan pengganggu endokrin dalam tubuh perempuan.

Mengutip dari penelitian yang dipublikasikan dalam Environ Health Insights, suatu daerah di Brazil, dengan paparan pestisida jenis organoklorin tinggi, kasus hipertiroidnya pun meningkat. Hipertiroid disebabkan oleh produksi hormon tiroid, yaitu tiroksin yang berlebih oleh kelenjar tiroid. Selain itu, juga teramati kenaikan hormon tiroid pada beberapa perempuan. Gangguan tiroid memang lebih sering terjadi pada wanita karena hormon tiroid sangat berperan penting  pada wanita, contohnya fungsi reproduksi perempuan. Risiko perempuan untuk mengalami gangguan tiroid yaitu 5- 7 kali lebih besar dibandingkan laki- laki.

Sebuah penelitian di Polandia melibatkan 51 perempuan yang berkebun. Beberapa pekerja terpapar pestisida organofosfat.  Pekerja wanita yang terpapar pestisida memiliki kestabilan motorik lebih lambat. Selain itu, pekerja tersebut mengalami peningkatan ketegangan, depresi, kelelahan, dan lebih sering memiliki gejala gangguan sistem saraf pusat.  Beberapa gejala- gejala keracunan pestisida yaitu kulit yang sensitif, malaise, muntah- muntah, pusing, diare, keringat berlebih, sakit punggung, dan ludah yang berlebihan.

Bahaya pestisida bagi ibu hamil

Saat perempuan, termasuk petani perempuan terpapar pestisida, maka kesehatan janin dalam kandungannya pun ikut terancam. Janin dalam kandungan dapat terpapar pestisida melalui saluran transplasenta atau menyusui.

Sebuah penelitian di daerah agrikultur California, Amerika Serikat, dan dipublikasikan di the BMJ menyelidiki hubungan antara paparan pestisida terhadap autisme. Hasil menunjukkan bahwa risiko bayi menderita gangguan spektrum autis meningkat saat calon ibu terpapar pestisida dalam rentang jarak 2000 meter dari tempat tinggal calon ibu. Peningkatan risiko autisme tersebut dibandingkan dengan ibu hamil dalam rentang jarak yang sama di daerah agrikultur, tanpa paparan pestisida. Hasil penelitian menyebutkan kenaikan risiko gangguan autisme hingga 60% yang berhubungan dengan paparan organofosfat selema masa kehamilan.

Penelitian in vivo dan in vitro tentang autisme menyebutkan adanya perubahan tingkat neuroprotein, perubahan ekspresi gen, dan keabnormalan neurobehavioral akibat paparan pestisida hingga kadar tertentu.

Pentingnya edukasi penggunaan pestisida yang aman dan praktik pertanian organik

Edukasi tentang penggunaan pestisida yang aman ataupun safety petani, termasuk petani perempuan dalam praktik bertani perlu lebih digalakkan mengingat banyaknya ancaman kesehatan paparan pestisida terhadap kesehatan perempuan. Beralih ke praktik pertanian organik juga menjadi salah satu opsi aman dan ramah lingkungan bagi para petani. Selain lebih aman bagi kesehatan dan turut menjaga keseimbangan alam, pertanian organik juga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan para petani organik dibandingkan petani biasa.

Bijaklah untuk mengambil keputusan dalam penggunaan alat dan bahan pertanian. Jangan kesampingkan kesehatan Anda demi kepentingan uang semata. Tanpa tubuh yang sehat, bukankah Anda juga tidak dapat meningkatkan hasil produksi pertanian Anda?